Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
SAYA SEORANG SALAFY
Allah
telah menamai kita muslim, kenapa harus menisbahkan diri kita pada
Salaf. Al Imam Al Albani menjawab dalam diskusinya dengan seseorang
(Abdul Halim Abu Syakkah), yang direkam dalam kasetnya yang berjudul
“Saya seorang Salafy”, dan inilah sebagian hal yang penting dari diskusi
itu:
Syaikh Al Albani : “Jika dikatakan padamu, apa madzhabmu, maka apa jawabanmu?”
Penanya : “Muslim“
Syaikh Al Albani : “Ini tidaklah cukup“
Penanya : “Allah telah menamai kita dengan muslim (kemudian dia membaca
firman Allah), “Dialah yang telah menamai kalian orang-orang muslim
dari dahulu” (Al Hajj 78)’”
Syaikh Al Albani : “Ini merupakan
jawaban yang tepat, jika kita berada disaat Islam itu pertama kali
muncul, sebelum firqah-firqah bermunculan dan menyebar. Tapi jika
ditanyakan, pada saat ini, pada setiap muslim dari berbagai macam firqah
yang berbeda dengan kita dalam masalah aqidah, maka jawabannya tidaklah
jauh dari kalimat ini. Mereka semua, seperti Syi’ah Rafidlah, Khariji,
Nusayri Alawi, akan berkata ‘Saya muslim’. Sehingga penyebutan “muslim”
(saja) tidak cukup pada saat ini.”
Penanya : “Kalau begitu, (saya akan berkata) saya adalah Muslim berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah“
Syaikh Al Albani : “Ini juga tidak cukup“
Penanya : “Kenapa?”
Syaikh Al Albani : “Apakah kamu menemukan dari mereka yang telah kita
sebutkan tadi, akan mengatakan ,’kami adalah adalah muslim yang tidak
berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?’ atau seorang dari mereka
berkata “Saya seorang Muslim tetapi tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan
As Sunnah?”
Maka selanjutnya Syaikh Al Albani menjelaskan
dengan jelas akan pentingnya berada di atas Al Qur’an dan As Sunnah dan
memahami di atas cahaya (pemahaman) Salafush Shalih (pendahulu yang
sholih).
Penanya : “Kalau begitu, saya akan menyatakan bahwa
saya adalah muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan
mengikuti pemahaman Salafus Shalih“
Syaikh Al Albani : “Jika seseorang bertanya padamu tentang madzhabmu, apakah ini yang akan kamu katakan?”
Penanya : “Ya“
Syaikh Al Albani : “Bagaimana pendapatmu, bila kita menyingkat kalimat
ini dalam pembicaran (Muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As
Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih), yang lebih ringkas
dan menunjukkan makna dengan ‘Salafi‘”. (Selesai penukilan)
MAKNA SALAF DAN SALAFY
Kata ‘Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf,
namun kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli
hadits terkemuka- menuturkan, “Rasyid bin Sa’ad mengatakan, ‘Dulu para
SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan
lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa
salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi -ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau
Al Adzkar, “Sangat bagus sekali doa para SALAF sebagaimana dikatakan Al
Auza’i rahimahullah Ta’ala, ‘Orang-orang keluar untuk melaksanakan
shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia
memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah
Bilal bin Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus
Salaf ‘inda Syaikh al-Albani)
DEFINISI SALAF MENURUT BAHASA
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah
orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang
mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah
generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf
Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal.412
: “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf
adalah أَسْلاَفٌ (aslaf)”.
DEFINISI SALAF MENURUT ISTILAH
Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat
Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat),
Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in) dalam tiga masa yang
mendapatkan kemulian dan keutamaan dalam hadits mutawatir yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dimana
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan :
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.
Makna khusus inilah yang diinginkan oleh banyak ‘ulama ketika
menggunakan kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan beberapa contoh dari
perkataan para ‘ulama yang mendefinisikan Salaf dengan makna khusus ini
atau yang menggunakan istilah Salaf dan mereka inginkan dengannya makna
Salaf secara khusus.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut
Tauhid hal.111 : “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang
terdahulu dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah
Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang
mapan di atas ilmu, yang mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa
alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah beliau. Allah memilih mereka
untuk bersahabat dengan Nabi-Nya dan memilih mereka untuk menegakkan
agama-Nya dan mereka itulah yang diridhoi oleh para Imam ummat (Islam)
dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka
mencurahkan (seluruh kemampuan mereka) dalam menasehati ummat dan
memberi manfaat kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka
dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly
memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An
‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah
madzhabnya para shahabat dan Tabi’in”.
Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid
Diyanah hal.21 : “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah
mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah
‘Azza Wa Jalla untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka
sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada
mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah
Ath-Thohawiyah : “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan
generasi yang setelah mereka dari kalangan Tabi’in (mereka adalah) Ahlul
Khair (ahli kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah
(peneliti), tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa
yang menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain
jalan (yang benar)”.
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod
Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang
yang mengatakan bahwa Al-Qura dialah yang berada di langit, beliau
berkata : “Maka dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak
mukjizat Nabi-Nya dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan
tabi’in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini“.
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau
menyebutkan pembagian ilmu, beliau menyebutkan diantaranya : “Dan
mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan shahabat, Tabi’in
dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany
dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200 : “Kemudian mengetahui
letak-letak ijma’ (kesepakatan) shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’
(mereka)“.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan
Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : “Maka tidak ada keraguan bahwasanya
kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi
bahwasanya seluruh salaf dari tiga generasi pertama mereka
menyelesihinya“.
Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah
Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : “…Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh
dari kalangan shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama
-mudah-mudahan Allah meridhoi mereka seluruhnya-”.
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua : Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan
orang-orang setelah tiga generasi terbaik ini, sehingga mencakup setiap
orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.
Dan berkata Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’
Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal.20 :
“Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat
yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan
para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka
dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal
perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima
perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi dalam
Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy
bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : “Yakni
merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik
dan mereka itu adalah Salafus Sholeh“.
Dan berkata Asy-Syaikh
Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab
As-Salafiyah hal.21 : “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah
kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari
generasi-generasi Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat
Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan
sabdanya : “Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya
kemudian zaman setelahnya….”.
Dan beliau juga berkata dalam
Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-104 :
“As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari
kalangan Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik, yang mereka
mengikutinya dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah“.
Dan
berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul
I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5 : “As-Salaf, mereka adalah
generasi pertama ummat ini dari para shahabat, tabi’in dan imam-imam
yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan
kalimat As-Salaf juga digunakan kepada setiap orang yang berada pada
setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas
manhaj mereka“.
ASAL PENAMAAN SALAF DAN PENISBATAAN DIRI KEPADA MANHAJ SALAF
Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah
radihyallahu ‘anha :
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya”. Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj
Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat
dan sesuatu yang telah lama dikenal tapi karena kebodohan dan jauhnya
kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka muncullah anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah
suatu aliran, ajaran, atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan
lainnya yang salah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang
menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk
kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para
ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali
kebenaran”.
Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai
seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya telah mendapati sekelompok
dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak
darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa”. Lihat : Shohih
Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.
Tentunya yang
diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena
Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat).
Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata : “Adalah para salaf, lebih
menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih
berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan
Al-Hafizh menafsirkan kata salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary
jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di
rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging
dan lainnya”.
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata :
“Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama
salaf”. Baca : Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.
Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan
nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah
Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf), dan ini lebih
memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang
sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.
Berkata As-Sam’any
dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273 : “Salafy dengan difathah (huruf sin-nya)
adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka“.
Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 : “Salafy
dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada
madzhab As-Salaf“.
Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh
para ‘ulama yang dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf
untuk menunjukkan bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang
bersih dari noda penyimpangan :
1. Berkata Imam Adz-Dzahaby
dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan
hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman
bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah ini terputus, Wallahu A’lam. Dan
saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang
Salafy, dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang
As-Sunnah”.
2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau
berkata : “Untuk menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima
perkara, kalau satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu
kekurangan. Dia memerlukan : Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth
(hafalan yang kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal
darinya sifat amanah“.
Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari
perkataan tersebut, beliau berkata : “Amanah merupakan bagian dari agama
dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh
seorang hafizh (penghafal hadits) adalah : Dia harus seorang yang
bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa
bersemangat, seorang salafy, cukup bagi dia menulis dengan tangannya
sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan
pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia
meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau
tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap”. Lihat
dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.
3. Dan
Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daraquthny : “Beliau adalah orang
yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam (ilmu mantik)
dan tidak pula ilmu jidal (ilmu debat) dan beliau tidak pernah mendalami
ilmu tersebut, bahkan beliau adalah seorang salafy“. Baca Siyar A’lam
An-Nubala`jilid 16 hal.457.
4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh
jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam
Adz-Dzahaby : “Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya“.
Dan lihat : Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam
An-Nubala` jilid 23 hal.142.
5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas
Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah
Al-Maqdasy, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Beliau adalah seorang yang
terpercaya, tsabt (kuat hafalannya), pandai, seorang Salafy…”. Baca
Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.
6. Dan dalam Biografi
Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah
seorang yang mengetahui madzhab dan bahasa arab dan ilmu ‘arudh, seorang
salafy, atsary“. Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.
7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy : “Dia adalah
seorang Hanafy, Salafy“. Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 20 hal.316.
8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky, Imam Adz-Dzahaby
berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati, seorang
Salafy”. Lihat : Mu’jamul Muhadditsin hal.283.
9. Dan dalam
biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony, Imam Adz-Dzahaby Berkata :
“Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, seorang Salafy”.
Lihat : Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah
Al-Mufidah hal.18).
10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad
bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : “Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab
Salafy”.
WAJIB MENGIKUTI JALAN AS SALAFUSH SHOLEH
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan
anshor serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah
ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah:
100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain
kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi
ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah
Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barang siapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115). Yang
dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah para
sahabat (para salaf). Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan
terancam kesesatan dan jahannam. Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf
adalah wajib.
MENYANDARKAN DIRI PADA AS SALAFUSH SHOLEH
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih
adalah wajib, maka bolehkan kita menyandarkan diri pada salaf sehingga
disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok
baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut: [1]
Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama, [2]
Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari
Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih, [3] Kenapa
penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu seperti
Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul Hasan Al
Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada
orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!! [4] Salafi adalah
penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan)
sehingga memuliakan seseorang, [5] Penyandaran kepada salaf bertujuan
untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku bersandar
pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama (bermanhaj)
seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al
Manhajus Salafi ‘inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya
sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali, “Penamaan salafi adalah
bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran seperti ini adalah
penyandaran yang terpuji dan cara beragama (bermanhaj) yang tepat. Dan
bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab baru.” (Limadza
Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
SOLUSI PERPECAHAN UMAT
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi
mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada
sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin -yang merupakan salaf umat
ini-. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan
sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan
yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap sunnahku dan
sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat petunjuk. Maka berpegang teguh
dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud
dan Tirmidzi)
JALAN SALAF ADALAH JALAN YANG SELAMAT
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Yahudi telah
terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70 golongan
masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu golongan masuk
surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan
masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang
bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau
menjawab, ‘Mereka adalah Al-Jama’ah‘.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud,
dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat
bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?‘ Beliau menjawab,‘Orang yang
mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.‘ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasihat terakhir, ‘Ingatlah, kata salafi -yaitu pengikut
salafush sholih- bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus
dibuktikan dengan beraqidah, berakhlak, beragama (bermanhaj), dan
beribadah sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’ (via Harmaidi
Thibbun Nabawi)
http://www.facebook.com/ibnu.ahmad.372
Penanya : “Muslim“
Syaikh Al Albani : “Ini tidaklah cukup“
Penanya : “Allah telah menamai kita dengan muslim (kemudian dia membaca firman Allah), “Dialah yang telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu” (Al Hajj 78)’”
Syaikh Al Albani : “Ini merupakan jawaban yang tepat, jika kita berada disaat Islam itu pertama kali muncul, sebelum firqah-firqah bermunculan dan menyebar. Tapi jika ditanyakan, pada saat ini, pada setiap muslim dari berbagai macam firqah yang berbeda dengan kita dalam masalah aqidah, maka jawabannya tidaklah jauh dari kalimat ini. Mereka semua, seperti Syi’ah Rafidlah, Khariji, Nusayri Alawi, akan berkata ‘Saya muslim’. Sehingga penyebutan “muslim” (saja) tidak cukup pada saat ini.”
Penanya : “Kalau begitu, (saya akan berkata) saya adalah Muslim berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah“
Syaikh Al Albani : “Ini juga tidak cukup“
Penanya : “Kenapa?”
Syaikh Al Albani : “Apakah kamu menemukan dari mereka yang telah kita sebutkan tadi, akan mengatakan ,’kami adalah adalah muslim yang tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?’ atau seorang dari mereka berkata “Saya seorang Muslim tetapi tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah?”
Maka selanjutnya Syaikh Al Albani menjelaskan dengan jelas akan pentingnya berada di atas Al Qur’an dan As Sunnah dan memahami di atas cahaya (pemahaman) Salafush Shalih (pendahulu yang sholih).
Penanya : “Kalau begitu, saya akan menyatakan bahwa saya adalah muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih“
Syaikh Al Albani : “Jika seseorang bertanya padamu tentang madzhabmu, apakah ini yang akan kamu katakan?”
Penanya : “Ya“
Syaikh Al Albani : “Bagaimana pendapatmu, bila kita menyingkat kalimat ini dalam pembicaran (Muslim yang berdasarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti pemahaman Salafus Shalih), yang lebih ringkas dan menunjukkan makna dengan ‘Salafi‘”. (Selesai penukilan)
MAKNA SALAF DAN SALAFY
Kata ‘Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf, namun kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits terkemuka- menuturkan, “Rasyid bin Sa’ad mengatakan, ‘Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi -ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau Al Adzkar, “Sangat bagus sekali doa para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala, ‘Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ‘inda Syaikh al-Albani)
DEFINISI SALAF MENURUT BAHASA
Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama dikalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal.412 : “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu). Jamak dari salaf adalah أَسْلاَفٌ (aslaf)”.
DEFINISI SALAF MENURUT ISTILAH
Pertama : Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in (murid-murid para Tabi’in) dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary, Muslim dan lain-lainnya dimana Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan :
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.
Makna khusus inilah yang diinginkan oleh banyak ‘ulama ketika menggunakan kalimat Salaf dan saya akan menyebutkan beberapa contoh dari perkataan para ‘ulama yang mendefinisikan Salaf dengan makna khusus ini atau yang menggunakan istilah Salaf dan mereka inginkan dengannya makna Salaf secara khusus.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid hal.111 : “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu, yang mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah beliau. Allah memilih mereka untuk bersahabat dengan Nabi-Nya dan memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang diridhoi oleh para Imam ummat (Islam) dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan (seluruh kemampuan mereka) dalam menasehati ummat dan memberi manfaat kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para shahabat dan Tabi’in”.
Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21 : “Dan (diantara yang) kami yakini sebagai agama adalah mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla untuk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thahawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah : “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah mereka dari kalangan Tabi’in (mereka adalah) Ahlul Khair (ahli kebaikan) dan Ahli Atsar (hadits) dan ahli fiqh dan telaah (peneliti), tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan (yang benar)”.
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang mengatakan bahwa Al-Qura dialah yang berada di langit, beliau berkata : “Maka dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini“.
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu, beliau menyebutkan diantaranya : “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan shahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200 : “Kemudian mengetahui letak-letak ijma’ (kesepakatan) shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’ (mereka)“.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : “Maka tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf dari tiga generasi pertama mereka menyelesihinya“.
Dan berkata Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : “…Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka seluruhnya-”.
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua : Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi terbaik ini, sehingga mencakup setiap orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.
Dan berkata Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal.20 : “Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi dalam Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : “Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh“.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21 : “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya : “Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya….”.
Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-104 : “As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik, yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah, manhaj, dan metode dakwah“.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5 : “As-Salaf, mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para shahabat, tabi’in dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada setiap orang yang berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas manhaj mereka“.
ASAL PENAMAAN SALAF DAN PENISBATAAN DIRI KEPADA MANHAJ SALAF
Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya Fathimah radihyallahu ‘anha :
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya”. Dikeluarkan oleh Bukhary no.5928 dan Muslim no.2450.
Maka jelaslah bahwa penamaaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal tapi karena kebodohan dan jauhnya kita dari tuntunan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka muncullah anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran, ajaran, atau pemahaman baru, dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.
Berikut ini saya akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa penggunaan nama salaf sudah lama dikenal.
Berkata Imam Az-Zuhry (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap (hal tersebut) tidak apa-apa”. Lihat : Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.
Tentunya yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena Az-Zuhry adalah seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat).
Dan Sa’ad bin Rasyid (wafat 213 H) berkata : “Adalah para salaf, lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh menafsirkan kata salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary (wafat 256 H) dalam Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan, daging dan lainnya”.
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata : “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf”. Baca : Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16.
Tentunya yang diinginkan dengan kata salaf oleh Imam Bukhary dan Ibnul Mubarak tiada lain kecuali para shahabat dan tabi’in.
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan nasab, akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ‘ulama salaf), dan ini lebih memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.
Berkata As-Sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273 : “Salafy dengan difathah (huruf sin-nya) adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka“.
Dan berkata As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 : “Salafy dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf“.
Dan saya akan menyebutkan beberapa contoh para ‘ulama yang dinisbahkan kepada manhaj (jalan) para ‘ulama salaf untuk menunjukkan bahwa mereka berada diatas jalan yang lurus yang bersih dari noda penyimpangan :
1. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah ini terputus, Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang Salafy, dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.
2. Dan dalam biografi ‘Utsman bin Jarzad beliau berkata : “Untuk menjadi seorang Muhaddits (ahli hadits) diperlukan lima perkara, kalau satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu kekurangan. Dia memerlukan : Aqal yang baik, agama yang baik, dhobth (hafalan yang kuat), kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat amanah“.
Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut, beliau berkata : “Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh (penghafal hadits) adalah : Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy, cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap”. Lihat dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.280.
3. Dan Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daraquthny : “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam (ilmu mantik) dan tidak pula ilmu jidal (ilmu debat) dan beliau tidak pernah mendalami ilmu tersebut, bahkan beliau adalah seorang salafy“. Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 16 hal.457.
4. Dan dalam Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal.1431 dalam biografi Ibnu Ash-Sholah, berkata Imam Adz-Dzahaby : “Dan beliau adalah seorang Salafy yang baik aqidahnya“. Dan lihat : Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal.503 dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.142.
5. Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Beliau adalah seorang yang terpercaya, tsabt (kuat hafalannya), pandai, seorang Salafy…”. Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal.18.
6. Dan dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab dan bahasa arab dan ilmu ‘arudh, seorang salafy, atsary“. Baca Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal.426.
7. Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zabidy : “Dia adalah seorang Hanafy, Salafy“. Baca Siyar A’lam An-Nubala`jilid 20 hal.316.
8. Dan dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky, Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati, seorang Salafy”. Lihat : Mu’jamul Muhadditsin hal.283.
9. Dan dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony, Imam Adz-Dzahaby Berkata : “Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, seorang Salafy”. Lihat : Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal.280 (dinukil dari Al-Ajwibah Al-Mufidah hal.18).
10. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal.348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : “Dan Ia adalah Seorang yang bermadzhab Salafy”.
WAJIB MENGIKUTI JALAN AS SALAFUSH SHOLEH
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan anshor serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah para sahabat (para salaf). Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan terancam kesesatan dan jahannam. Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
MENYANDARKAN DIRI PADA AS SALAFUSH SHOLEH
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah wajib, maka bolehkan kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut: [1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama, [2] Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih, [3] Kenapa penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu seperti Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul Hasan Al Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!! [4] Salafi adalah penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan) sehingga memuliakan seseorang, [5] Penyandaran kepada salaf bertujuan untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama (bermanhaj) seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali, “Penamaan salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran seperti ini adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama (bermanhaj) yang tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
SOLUSI PERPECAHAN UMAT
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin -yang merupakan salaf umat ini-. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat petunjuk. Maka berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
JALAN SALAF ADALAH JALAN YANG SELAMAT
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70 golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah Al-Jama’ah‘.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?‘ Beliau menjawab,‘Orang yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.‘ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasihat terakhir, ‘Ingatlah, kata salafi -yaitu pengikut salafush sholih- bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan dengan beraqidah, berakhlak, beragama (bermanhaj), dan beribadah sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’ (via Harmaidi Thibbun Nabawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar