Sabtu, 29 September 2012

Dahsyatnya Api Neraka


Oleh Al Ustadz Dzulqornain

Wahai hamba Allah, kaum Muslimin, ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menciptakan makhluk supaya mereka mengenal Allah Subhanahu wata’ala dan menyembah-Nya dan supaya mereka takut kepada-Nya. Dan Allah Subhanahu wata’ala telah menggambarkan tentang pedihnya siksaan-Nya dan dahsyatnya api Neraka-Nya di dalam Al Quranul karim dengan pensifatan yang sedemikian banyak dan pengulangan yang beraneka ragam. Seluruh hal tersebut Allah Subhanahu wata’ala sifatkan tentang api Neraka dan apa yang Allah Subhanahu wata’ala siapkan berupa siksaan dan kepedihan dan yang terkandung di dalamnya berupa makanan dari zaqqum, addhori’, air yang mendidih, belenggu, dan rantai yang membuat getar hati orang-orang beriman yang takut kepada Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa lagi maha kuat. Dan membuat getar hati para hamba yang menyadari dirinya bahwa dia akan berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan dari api Neraka dan demi Allah!… tidaklah Allah Subhanahu wata’ala memperingatkan kepada hamba-Nya dan membuat mereka takut kepada sesuatupun yang lebih keras dan lebih dahsyat dari api Neraka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى
“Maka Kami memperingatkan kamu dengan Neraka yang menyala-nyala” (Al Lail: 14)

Sabtu, 22 September 2012

Tidak Setiap Orang Bisa Dijadikan Teman


Oleh: Al-Ustadz
Abdurrahman Mubarak


                                  Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Seorang teman sangat besar pengaruhnya bagi agama seseorang. Lihatlah Abu Thalib! Bagaimana dia tidak mau menerima dakwah Rasulullah  dan akhirnya mati di atas kesyirikan disebabkan teman yang pendampinginya yakni Abu Jahal yang terus memengaruhinya untuk tidak menerima dakwah Rasulullah 

Ketahuilah, semoga Allah  merahmati Anda, tidak semua orang bisa dijadikan sahabat. Karena Rasulullah berkata: “Seseorang ada di atas agama/ perangai temannya, maka hendaknya seseorang meneliti siapa yang dia jadikan temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 127)
Beliau  juga berkata:
“Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang mukmin dan janganlah memakan makananmu kecuali orang bertakwa.” (HR. Abu Dawud no. 4832 dan dihasankan Asy-Syaikh Albani dalam Shahih Jami’ no.7341) Beliau  juga berkata:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti penjual misk dan pandai besi. Adapun penjual misk, bisa jadi engkau diberi olehnya, membeli darinya, atau minimalnya engkau
mendapatkan bau wangi. Adapun pandai besi bisa jadi membakar pakaianmu atau engkau mencium bau tidak sedap darinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628) 

Nikmat Persahabatan Karena Allah


Oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak 

                            Bismillaahir Rohmaanir Rohiim


Nikmat Allah  sangatlah banyak. Tak mungkin seorang pun bisa
menghitungnya. Allah  berfirman:
“Jika kalian mau menghitung nikmat Allah niscaya kalian tak akan bisa menghitungnya.” (Ibrahim: 34) Ibnul Qayyim  menjelaskan macam-macam nikmat Allah  kepada hamba-hamba-Nya:
- Nikmat yang telah didapat dan telah diketahui hamba-Nya
- Nikmat yang ditunggu-tunggu dan diharap-harap oleh hamba-Nya.
- Nikmat yang telah didapat hamba tapi dia tidak merasakannya. Jika Allah  akan menyempurnakannikmat-Nya kepada seorang hamba maka Allah  akan membimbing hamba ini untuk mengetahui nikmat yang telah didapatnya dan diberi taufiq untuk
mensyukurinya. (Al-Fawaid hal. 169)

Rabu, 19 September 2012

Cara Mudah Memahami Fiqh Haji

Oleh : Ust. Sofyan Chalid
بسم الله الرحمن الرحيم

Memahami fiqh haji dalam waktu kurang lebih 1 menit dalam 6 poin berikut:

    Tanggal 8 Dzulhijjah: Melakukan ihram, pergi ke Mina sebelum zhuhur. Sholat zhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan shubuh di Mina (dengan mangqoshor sholat 4 raka’at menjadi dua raka’at tanpa dijama’), mabit (bermalam) di Mina.
    Tanggal 9 Dzulhijjah: Setelah terbit matahari pergi ke Arafah, sholat zhuhur dan ashar, dijama’ taqdim dan diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah. Berdiam di Arafah sambil berdzikir dan doa sampai terbenam matahari. Jika telah terbenam matahari, pergi ke Muzdalifah untuk bermalam di sana. Lakukan sholat maghrib dan isya’ dijama’ dan diqoshor, lalu bermalam di Muzdalifah dan sholat shubuh di sana.
    Tanggal 10 Dzulhijjah: Pergi ke Mina sebelum terbit matahari, melempar jamroh ‘aqobah, menyembelih hadyu, memendekkan atau mencukur rambut, thawaf ifadhah dan sa’yu, mabit di Mina.
    Tanggal 11 Dzulhijjah: Jika matahari telah tergelincir, melempar tiga jamrah, dimulai dari jamroh sughro (yang terletak di samping masjid Al-Khaif), lalu jamroh wustho, lalu jamroh kubro (yang dikenal dengan jamroh ‘aqobah). Kembali mabit di Mina.
    Tanggal 12 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan tanggal 11 Dzulhijjah. Kembali mabit di Mina, kecuali bagi yang telah berniat untuk bersegera mengakhiri amalan hajinya (mengambil nafar awwal), hendaklah melakukan thawaf wada’.
    Tanggal 13 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan amalan tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah lalu melakukan thawaf wada’.

Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban

Oleh: Ust. Muhammad Afifuddin

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan hewan, baik itu qurban ataupun yang lain.
I. Hewan sembelihan dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:
a. Membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan. Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman Allah l:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Al-An’am: 121)
Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas z riwayat Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi n berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:
وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ
“Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”

Hukum tentang Menikah dalam Keadaan Hamil


Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Pertanyaan
1. Bagaimana hukum pernikahan dengan wanita hamil?
2. Bila terlanjur menikah, apa yang harus dilakukan? Apakah harus bercerai terlebih dahulu kemudian menikah lagi, atau langsung menikah tanpa harus bercerai terlebih dahulu?
3. Dalam hal ini, apakah mas kawin (mahar) masih diperlukan?
Kami menjawab -dengan meminta pertolongan dari Allah Al-Alim Al-Hakim- sebagai berikut.
Jawaban Pertama
Perempuan yang dinikahi dalam keadaan hamil ada dua macam:
  1. Perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan hamil.[1]
  2. Perempuan yang hamil karena berzina sebagaimana yang banyak terjadi pada zaman ini -wal iyadzu billah, mudah-mudahan Allah menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari dosa terkutuk ini-.[2]
Adapun perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, ia tidak boleh dinikahi sampai iddah[3]nya lepas, sedang ‘iddahnya ialah sampai ia melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Selasa, 18 September 2012

Ahlussunnah Wal Jama'ah


Oleh : Ust. Dzulqarnain Makassar


Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Dewasa ini marak pengakuan dari berbagai pihak yang mengklaim dirinya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sehingga menyebabkan adanya kerancuan dan kebingungan dalam persepsi banyak orang tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu ?
Jawab :
Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah perkara yang sangat penting dan salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim yang menghendaki kebenaran sehingga dalam perjalanannya di muka bumi ia berada di atas pijakan yang benar dan jalan yang lurus dalam menyembah Allah Subhaanahu wa Ta’aala sesuai dengan tuntunan syariat yang hakiki yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam empat belas abad yang lalu.
Pengenalan akan siapa sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah ditekankan sejak jauh-jauh hari oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya ketika beliau berkata kepada mereka :  
افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah ”. Hadits shohih dishohihkan oleh oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain -rahimahumullahu-.

Selasa, 11 September 2012

Agar Anak Tidak Menjadi TERORIS


Betapa hancur hati kedua orangtua, tatkala dikabarkan kepada mereka ternyata anaknya yang selama ini dikenal sebagai anak baik-baik dan pendiam, diciduk aparat Kepolisian karena terlibat jaringan terorisme.
...


Orangtua yang lain pun shock begitu mendengar anaknya tewas dalam aksi peledakan, Sementara itu, teman-temannya serasa tidak percaya mendengar berita bahwa anak yang selama ini mereka kenal sebagai anak baik, supel, dan ramah, ternyata terlibat aksi terorisme !!.

Demikianlah, betapa menyedihkan, Nyata jaringan terorisme telah berhasil menyeret anak-anak baik dari putra-putra kita dalam aksi biadab yang bertentangan dengan agama dan akal sehat tersebut.

Tentunya, kita bertanya-tanya bagaimana anak-anak kita bisa terseret jaringan terorisme ? Melalui pintu apa terorisme bisa masuk ke alam pikiran mereka sehingga mereka tertarik dan mau mengikutinya ?

Akar munculnya terorisme adalah dari paham sempalan Khawarij. Suatu paham

Sikap Syar'i Seorang Muslim Terhadap Pemerintahnya


Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pemimpin sangat penting dalam sebuah negara atau pemerintahan. Tidak bisa dibayangkan betapa besarnya mafsadah (kerusakan) yang akan muncul ketika sebuah negara tanpa seorang pemimpin. Karena tabiat dasar manusia adalah suka berbuat zhalim, dan di lain sisi suka menuntut keadilan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya manusia pasti selalu berbuat zhalim dan pengingkaran.” (Ibrahim: 34)
Apa yang akan terjadi seandainya manusia hidup di muka bumi tanpa seorang pemimpin yang mengatur berbagai urusan mereka? Sungguh keadaan mereka tak beda dengan binatang liar di tengah hutan belantara atau ikan-ikan di lautan. Hukum rimba pun akan menjadi simbol kehidupan mereka; yang kuat akan memangsa dan menindas yang lemah.

Minggu, 09 September 2012

Kitab Peradilan


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم

Pensyari’atan Peradilan Peradilan disyari’atkan oleh al-Qur-an, as-Sunnah, dan Ijma’. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah...” [Al-Maa-idah: 49]
Dia juga berfirman:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ
“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil...” [Shaad: 26]
Dari ‘Amr bin al-‘Ash bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
“Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah maka ia memperoleh satu pahala.” [1]
Demikian pula kaum muslimin, mereka telah bersepakat (ijma’) akan disyari’atkannya peradilan.
Hukum Peradilan Hukum peradilan adalah fardhu kifayah. Menjadi kewajiban atas imam untuk menunjuk hakim pada suatu daerah sesuai dengan kebutuhan. Yang menjadi dasar hal ini adalah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi hakim atas masyarakatnya dan mengutus ‘Ali Radhiyallahu 'anhu ke Yaman untuk melaksanakan peradilan. Para Khulafa-ur Rasyidin pun menjadi hakim, dan mempekerjakan para gubernur di berbagai pelosok negeri.[2]

Diyat (Denda)


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

بسم الله الرحمن الرحيم
Definisi Diyat Diyat adalah harta yang wajib dikeluarkan karena tindakan pidana dan diberikan kepada korban atau keluarganya. Diyat tersebut terdapat pada tindak pidana yang mengharuskan qishash di dalamnya, juga pada tindak pidana yang tidak terdapat qishash di dalamnya.
Denda juga disebut اَلْعَقْلُ , yaitu ikatan. Hal ini disebabkan karena ketika pelaku telah membunuh korban, pelaku harus mem-bayar diyat dengan sejumlah unta yang diikat di halaman wali korban.
Dikatakan عَقَلْتُ عَنْ فُلاَنٍ(aku terikat dengan si fulan), apabila ia masih berhutang denda tindak pidana padanya.
Yang mendasari semua itu adalah firman Allah Ta’ala:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَن يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar dia yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hambasahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka denganmu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [An-Nisaa': 92]

Sabtu, 08 September 2012

Aku dan Presiden SBY



بسم الله الرحمن الرحيم


Oleh : Ustadz Abu Adib
Aku adalah segelintir hamba Allah yang ditaqdirkan hidup di bumi Indonesia. Sedangkan SBY adalah presiden dan pemimpinku. Dan yang aku ketahui beliau adalah seorang muslim, dan aku belum pernah melihat beliau melakukan tindakan kekufuran yang nyata. Kewajibanku, sebagai anak bangsa adalah selalu mentaati perintahnya selama perintah itu tidak melanggar syari’at Tuhanku.
Allah Yang Maha Mulia berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan taatilah ulil amri diantara kalian”. (QS. An-Nisa’ : 59)
Ayat ini adalah sangat jelas bahwasanya Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya serta mentaati Ulil Amri.
Diterangkan oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya, bahwa makna ulil amri adalah ‘Ulama dan ‘Umara (pemerintah). Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan mutlaq. Sedangkan ketaatan kepada pemerintah adalah ketaatan yang tidak mutlaq. Artinya, selama perintahnya itu tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita wajib mentaatinya.

Wajibnya Taat Kepada Penguasa


Oleh: Abu Muawiyah
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kalian.” (QS. An-Nisa`: 59)
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib atas setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), baik pada sesuatu yang dia suka atau benci. Akan tetapi jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839)
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ
“Dan barangsiapa yang berbaiat kepada seorang pemimpin (penguasa) lalu bersalaman dengannya (sebagai tanda baiat) dan menyerahkan ketundukannya, maka hendaklah dia mematuhi pemimpin itu semampunya. Jika ada yang lain datang untuk mengganggu pemimpinya (memberontak), penggallah leher yang datang tersebut.” (HR. Muslim no. 1844)
Penjelasan ringkas:

Beriman kepada Para Malaikat

بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillah..Pembaca yang budiman, pembahasan seputar Iman kepada Allah telah kita paparkan pada edisi yang telah berlalu. Maka, untuk menyambung pembahasan, kami akan paparkan pembahasan terkait dengan Iman kepada Malaikat. Hal ini sangat penting, karena rukun iman yang ke-2 ini, tidak dipahami dengan benar oleh sebagian kaum muslimin. Semoga, dengan paparan singkat ini bisa menggugah kesadaran kaum muslimin untuk mempelajari ilmu agama Islam lebih dalam.
1. Definisi malaikat
Menurut bahasa “ مَلَا ئِكَةٌ “ bentuk jama’ dari “ مَلَكٌ “. Disebutkan bahwa kalimat itu berasal dari kata “ أَلُوكَةُ “ (risalah), dan ada yang menyatakan dari “ لأَ كَ “ (mengutus), dan ada pula yang berpendapat selain dari keduanya.
Adapun menurut istilah, malaikat adalah salah satu jenis makhluk Allah yang Ia ciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepada-Nya serta mengerjakan semua tugas-tugasnya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya, dan tiada (pula) mereka letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya’: 19-20)
Juga sebagaimana firman Allah , “Dan mereka berkata, ‘Tiada yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’. Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tiada mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-Anbiya’: 26-27)
2. Kepercayaan manusia tentang malaikat sebelum masuk Islam

HADD ZINA

Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

بسم الله الرحمن الرحيم



Zina adalah perbuatan haram dan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar. Allah berfirman:وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Al-Israa’: 32]Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Dosa apa yang paling besar?’ Kemudian beliau bersabda:أَنْ تَجْعَلَ ِللهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ.‘Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.’ Aku katakan, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Engkau membunuh anakmu karena takut, ia akan makan bersamamu.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Engkau berzina dengan isteri tetanggamu•.’”

Hadd Qadzaf (Menuduh Berzina)


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


بسم الله الرحمن الرحيم



Definisi Qadzaf Qadzaf adalah tuduhan berzina, yaitu seseorang mengatakan, “Wahai pezina,” atau lafazh lain yang dapat dipahami, yang merupakan tuduhan berzina kepada orang lain (yang terpelihara dari perbuatan zina-pent.).


Hukum Qadzaf Qadzaf termasuk dari dosa besar yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman:إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌSesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka mendapat laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar.” [An-Nuur: 23]Dan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوْا: وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang menghancurkan (kalian).” Para Sahabat bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mensekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali mempunyai hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh berzina wanita mukminah yang tidak tahu menahu serta terjaga kehormatannya.” Barangsiapa menuduh seorang muslim berzina (tanpa mendatangkan empat orang saksi.-pent.), maka ia dihukum hadd dengan dicambuk sebanyak delapan puluh kali cambukan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) dela-pan puluh kali cambukan, dan janganlah kamu terima kesaksian yang mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nuur: 4][Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M] _______ Footnote [1]. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 144)].


http://www.facebook.com/notes/tuonda-nihan/hadd-qadzaf/283310381782223

Hadd Sakr (Minuman Keras)


Oleh : Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم



Pengharaman Khamr Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberun-tungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbul-kan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [Al-Maa-idah : 90-91]

Hadd Hirabah (Membegal)




Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم



Definisi Hirabah[1] Hirabah adalah keluarnya sekelompok orang Islam dari negaranya untuk membuat keonaran, menumpahkan darah, merampas harta, menghancurkan kehormatan, merusak tanaman dan keturunan, dengan menentang agama, akhlak, norma, dan aturan.

Hukum Hirabah Hirabah termasuk tindak kriminal yang terbesar. Dengan sebab itulah, hukuman dari tindakan ini sangat berat.

Allah berfirman:

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” [Al-Maa-idah: 33]

Hadd Sariqah (Mencuri)


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم

Di antara hal penting yang diperintahkan oleh agama Islam untuk menjaganya adalah harta. Islam telah memerintahkan supaya memperoleh harta tersebut dengan cara yang halal (pada dasarnya segala sesuatu diperbolehkan), dan melarang memperolehnya dengan cara yang haram. Islam juga telah menjelaskan berbagai jenis usaha yang haram, sebagaimana yang Allah firmankan:وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ“... Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu...” [Al-An’aam: 119]Termasuk dari usaha yang haram adalah mencuri. Yaitu mengmbil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi dan tanpa diketahui.Perbuatan ini termasuk dari dosa besar, dan hukumannya telah ditetapkan dalam al-Qur-an, as-Sunnah dan Ijma’.Allah Ta’ala berfirman:وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka ker-jakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah

Kitab Hukum Dan Pidana


Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم

Al-Huduud ( اَلْحُدُوْدُ ) adalah bentuk jamak dari hadd ( حَدٌّ ). Asalnya berarti sesuatu yang menghalangi antara dua hal. Hadd juga bisa berarti pencegah (penghalang).[1]Adapun secara istilah yaitu hukuman terhadap maksiat, yang telah ditetapkan batasannya secara syar’i untuk mencegah agar (maksiat tersebut) tidak terulang. [2] Pidana-Pidana Yang Mempunyai Hukuman Hadd Al-Qur-an dan as-Sunnah telah menetapkan batasan hukuman untuk beberapa tindak pidana tertentu, pidana-pidana itu dinamakan jaraa-imul huduud (اَلْجَرَائِمُ الْحُدُوْدُ), yaitu pidana-pidana yang mempunyai hukuman hadd. Pidana-pidana itu adalah zina, tuduhan zina, pencurian, mabuk, perampokan, murtad, pemberontakan.[3] Keutamaan Melaksanakan Hukum Hadd Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:حَدٌّ يُعْمَلُ بِهِ فِي اْلأَرْضِ خَيْرٌ ِلأَهْلِ اْلأَرْضِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوْا أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.“Dilaksanakannya suatu hukum hadd di muka bumi, lebih baik bagi penduduknya dari pada turunnya hujan selama 40 hari.” [4]Wajib Memberlakukan Hadd Atas Semua Pihak, Baik Orang Dekat, Jauh, Mulia, ataupun Rakyat Jelata Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:أَقِيْمُوْا حُدُوْدَ اللهِ فِي الْقَرِيْبِ وَالْبَعِيْدِ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ.“Tegakkanlah hadd-hadd Allah kepada karib kerabat maupun orang yang jauh.

Tindakan-Tindakan Pidana (2)


Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم

Syarat Diwajibkannya Qishash Hukum qishash tidak wajib dilaksanakan kecuali telah terpenuhi syarat-syarat berikut:

1. Pelaku pembunuhan adalah mukallaf (baligh dan berakal-pent), maka tidak ada qishash atas anak kecil, orang gila, dan orang yang sedang tidur, berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ.

“Diangkat pena pencatat amal dari tiga kelompok; (1) anak kecil sampai ia baligh, (2) orang gila sampai ia sadar, dan (3) orang tidur sampai ia bangun.”[14]

2. Terjaganya darah korban. Hendaknya pembunuhan bukan disebabkan karena sebab-sebab yang disebutkan dalam hadits: “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim… kecuali dengan salah satu dari tiga perkara…” [15]

Tindakan-Tindakan Pidana (1)


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
بسم الله الرحمن الرحيم



Definisinya Secara bahasa jinaayaat yang merupakan bentuk jamak dari jinayah berasal dari kataجَنَى الذَّنْبَ يَجْنِيْهِ جِنَايَة , yang berarti menyeret kepada dosa atau kejahatan. Kata tersebut dijamakkan sekali pun berbentuk masdar, karena berbeda-beda macamnya. Sebab keja-hatan itu terkadang terjadi terhadap jiwa, terkadang terhadap ang-gota badan, terkadang disengaja, dan terkadang tanpa disengaja.

Adapun secara istilah, jinayah berarti pelanggaran terhadap badan yang menyebabkan ia harus diqishas atau didenda.

Agungnya Kehormatan Kaum Muslimin Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat de-mikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam Neraka. Yang demikian itu ada-lah mudah bagi Allah.” [An-Nisaa': 29-30]

Tauhid (Meng-Esa-kan Allah)

Oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Istilah tauhid memang telah menjadi istilah yang sangat populer di tengah masyarakat muslim. Namun tak sedikit yang memahaminya dengan pemahaman yang salah.
Makna tauhid yang sebenarnya adalah mengesakan Allah pada sesuatu yang menjadi kekhususan-Nya baik Rububiyah, Uluhiyah, atau Asma serta Sifat-sifat-Nya.

Rububiyah artinya penciptaan alam, kepemilikan serta pengaturannya. Uluhiyah artinya ibadah, sementara Asma dan Sifat artinya nama-nama Allah I serta sifat-sifat-Nya yang sangat baik dan agung sebagaimana yang Allah I tetapkan dalam kitab-Nya atau yang Rasul-Nya tetapkan dalam haditsnya (lihat Al-Qaulul Mufid 1/hal 9,14,16 oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)

Inilah tauhid hakiki yang dibawa oleh para Rasul Allah . Namun banyak orang yang menyelewengkan dari makna yang hakiki ini, sebagai contoh:

Selasa, 04 September 2012

Syariat Dan Besarnya Pengaruh Wanita Terhadap Umat


Oleh : Ustadzah Ummu Syuhada’ A-Khonsa’ Bintu Sholeh Suaidi Salatiga
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
 
Sudah lama sebenarnya penulis mendengar dan mendapati adanya komentar-komentar miring terhadap jilbab dan wanita yang mengenakan jilbab (kerudung), namun karena keterbatasan ilmulah yang menghalangi penulis untuk sedikit banyak memberikan arahan dan penjelasan serta bantahan terhadap hal itu, namun setelah penulis renungkan maka tak ada rotan akarpun berguna, maka penulis beranikan diri untuk melakukannya, dengan memohon bimbingan dan bantuan Allah subhanahu wa ta’ala penulis katakan bahwa siapa yang menganggap jilbab yang dikenakan wanita akan menghalanginya berkiprah dalam masyarakat selaras dengan ketentuan-ketentuan syariat. Ia telah salah besar. Pada dasarnya musuh-musuh wanita menyimpan kepentingan-kepentingan yang tidak baik di balik kiprah wanita dalam masyarakat tanpa mematuhi aturan-aturan syariat, seperti wanita-wanita yang bekeliaran bebas di luar, dan memamerkan perhiasan dan auratnya, membaur dengan laki-laki yang bukan mahromnya, dan melampaui batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Pengertian Ushul Fiqh


Bismillaahirrohmanirrohiim.

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).”
~HSR al-Bukhari (no. 2948) dan Muslim (no. 1037).~
Keberhasilan seorang muslim adalah diberhasilkannya ia oleh ALLOH Ta'ala untuk memahami agama.
Ilmu ushul fiqh adalah salah satu ilmu terpenting di dalam mempelajari ilmu agama.
Ushul fiqh didefiniskan dengan 2 pengertian

Keutamaan Surat AL Fathihah


Oleh : Ust. Ari Wahyudi
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Dalam bagian ini, akan diterangkan mengenai keutamaan surat al-Fatihah:
- Surat paling agung
- Rukun dalam sholat
- Bacaan untuk meruqyah
- Induk ayat-ayat al-Qur’an
- Rahasia ajaran al-Qur’an
[1] Surat Paling Agung
Dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepadaku, “Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung di dalam al-Qur’an, sebelum kamu keluar masjid?”. Lalu beliau menggandeng tanganku, ketika kami hendak keluar aku berkata, “Wahai Rasulullah! Tadi anda berkata: Aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an?”. Beliau pun bersabda, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (surat al-Fatihah), itulah tujuh ayat yang diulang-ulang (as-Sab’u al-Matsani) dan bacaan yang agung (al-Qur’an al-’Azhim) yang diberikan kepadaku.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5006])
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan di dalam Taurat, Injil, maupun al-Qur’an, sesuatu yang menyamai Ummul Kitab; yaitu as-Sab’u al-Matsani.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Kitab ash-Sholah [501] sanadnya sahih)

Muqadimah Tafsir (4)

Oleh : Ust. Ari Wahyudi
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim


Dalam bagian ini, akan diterangkan mengenai:
  • Kewajiban mengikuti manhaj para sahabat
  • Cara salafus shalih mempelajari al-Qur’an dan as-Sunnah
  • Ahli tafsir diantara para sahabat dan tabi’in
  • Salafus shalih adalah imam dalam ilmu dan amal
  • Ilmu-ilmu yang menopang ilmu tafsir
[1] Kewajiban Mengikuti Manhaj Sahabat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya…” (QS. At-Taubah: 100)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan menelantarkan dia dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkan dia ke dalam Jahannam. Sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’: 115)
Allah ta’ala berfirman mengenai para Sahabat dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sungguh, Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman yaitu ketika mereka bersumpah setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon itu.” (QS. al-Fath: 18). Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya [7/262] bahwa jumlah para sahabat yang ikut serta dalam sumpah setia/bai’at di bawah pohon itu -yang dikenal dengan Bai’atur Ridhwan- adalah 1400 orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak akan masuk neraka seorang pun di antara orang-orang [para sahabat] yang ikut berbai’at di bawah pohon itu.” (HR. Muslim) (lihat Syarh al-’Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 469)

Minggu, 02 September 2012

Kewajiban Mengikuti Al Quran dan As Sunnah Berdasarkan Pemahaman Salafus Shalih


Oleh: Syaikh Abdul Malik bin Ahmad bin Al-Mubarak Ramadhani Al-Jazairi
Bismillaahir Rohmanir Rohiim
 
Sesungguhnya jalan yang sama sekali tidak pernah diperselisihkan oleh kaum muslimin baik di masa lampau maupun saat ini adalah jalan al-Kitab dan as-Sunnah, jalan yang senantiasa diridhai Allah Ta’ala. Pada jalan itulah mereka datang dan pada jalan itu pula mereka muncul. Meskipun mereka berselisih dalam cara-cara pengambilan dalil dari kedua sumber tersebut.
Kesepakatan mereka itu disebabkan Allah telah menjamin kelurusan bagi pengikut al-Kitab, sebagaimana yang Dia firmankan lewat lisan bangsa Jin yang beriman.
قَالُوا يَاقَوْمَنَآ إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ
Hai kaum kami, sesungguhnya kami tekah mendengarkan Kitab (al-qur’an) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. (Al–Ahqaf : 30)

Kaidah Penetapan Nama dan Sifat Allah Ta’ala


Secara umum, manhaj ahlussunnah dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah: Menetapkan nama dan sifat bagi Allah dengan nama dan sifat yang Dia sifatkan diri-Nya dengannya dan dengan apa yang para rasul-Nya sifatkan Dia dengannya, di atas dua kaidah ‘menetapkan tanpa menyerupakannya dengan makhluk’ dan ‘menyucikan sifat Allah dari penyerupaan dengan makhluk akan tetapi tidak sampai menolak sifat tersebut’. Allah Ta’ala telah menggabungkan kedua kaidah ini dalam firman-Nya, “Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dan Dia lah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Firman-Nya, “Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya,”adalah penafian sekutu bagi Allah dalam sifat-sifatNya yang sempurna, yang mana ini membantah metode para pelaku tamtsil (yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk). Sementara firman-Nya, “Dan Dia lah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,”adalah penetapan nama-nama dan sifat-sifat sempurna bagi-Nya, yang juga merupakan bantahan kepada para pelaku takwil (memalingkan makna sifat Allah dari makna sebenarnya) dan ta’thil (menolak sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, “Kemudian, kaidah menyeluruh yang berlaku pada seluruh permasalahan dalam bab (asma` wa ash-shifat) ini adalah: Menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan diri-Nya dengannya atau dengan apa yang Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- sifatkan dan dengan apa yang (para sahabat) terdahulu lagi pertama sifatkan Allah dengannya, dan tidak mendahului Al-Qur`an dan As-Sunnah (dalam penetapannya).” (An-Nafahat Al-Miskiah ala Al-Fatwa Al-Hamawiah hal. 48-49)

Perbedaan Kata Ilaah (إله ) dan Rabb ( ربّ ) Secara Bahasa


Makna secara bahasa :
إله berasal dari kata أَلَه يَأْلَهُ بالفتح فيهما إِلاَهَةً أي عَبَد
yakni alaha ya’lahu ilaahatan bermakna ‘abada (menyembah)
إلاَه على فِعَال بمعنى مفعول لأنه مَألُوه أي مَعْبُود
Ilaah di atas wazan fi’aal bermakna maf’uul karena dia ma’luuh yakni ma’buud (yang disembah) [Mukhtar ash-Shihah 1/13 (MS)]
Sehingga makna Ilaah adalah Ma’buud (Yang disembah atau Sesembahan)
الإلَهُ الله عز وجل وكل ما اتخذ من دونه معبوداً إلَهٌ عند متخذه
al-Ilaah adalah ALLAH ‘azza wa jalla dan setiap yang dijadikan sesembahan selain ALLAH disebut ilaah oleh yang menjadikannya [Lisaan al-‘Arab 13/467 (MS)]
Sehingga orang-orang musyrik menamai sesembahan mereka selain ALLAH sebagai ilaah. Bentuk jamak (plural) dari ilaah adalah aalihah.
ربّ berasal dari kata
رَبُّ كل شيء مالِكُه
Rabb segala sesuatu adalah Maalik(penguasa atau pemilik)nya. [Mukhtar ash-Shihah 1/111 (MS)]
Hal semakna juga disebutkan oleh Ibnu Mandzur [Lisaan al-‘Arab 1/399 (MS)]
Sehingga makna Rabb adalah Maalik yakni penguasa atau pemilik.
*MS = al-Maktabah asy-Syaamilah

http://www.facebook.com/notes/noor-akhmad-setiawan/perbedaan-kata-ilaah-%D8%A5%D9%84%D9%87-dan-rabb-%D8%B1%D8%A8%D9%91-secara-bahasa/69632991040