Oleh: Ustadz Kholid Syamhudi
DEFINISI PEMBUNUHAN KARENA KELIRU
Pembunuhan karena keliru dalam bahasa Arabnya adalah Qatlu al-Khatha’ (قَتْلُ الْخَطَاءِ). Kata Khatha’ dalam bahasa Arab di sini bermakna lawan dari kesengajaan (al-“amad), sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً
Dan tidak layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) [an-Nisâ`/4:92]
Kemudian Allah Azza wa Jalla berfirman pada ayat setelahnya:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [an-Nisâ`/4:93] [1]
Sedangkan yang dimaksud pembunuh karena keliru menurut Ulama fikih ialah seorang mukallaf melakukan perbuatan yang mubâh (boleh) baginya, seperti memanah binatang buruan atau sesuatu target tertentu, namun ternyata mengenai orang yang haram dibunuh secara tidak sengaja hingga meninggal dunia; atau membunuh seorang Muslim yang diduga sebagai orang kafir karena berada di barisan orang-orang kafir. [2]
JENIS PEMBUNUHAN KARENA KELIRU.
Berdasarkan definisi di atas para ahli fikih membagi pembunuhan karena keliru (tidak sengaja) ini menjadi dua; kekeliruan dalam perbuatan dan kekeliruan dalam niat kesengajaan. Yang pertama, seorang sengaja menembak hewan buruan yang diperbolehkan untuk dibunuh dan telah menempatkan senjatanya tepat pada sasarannya, namun lalu meleset membunuh orang.
Yang kedua, salah karena tidak tahu, seperti membunuh orang yang diyakini boleh dibunuh (orang kafir) dan ternyata termasuk yang dilarang. Contohnya seorang membunuh seorang di barisan kaum kafir, kemudian ternyata jelas yang terbunuh adalah seorang Muslim. [3]
Kemudian mereka memasukkan beberapa bentuk pembunuhan yang dianggap sama dengan pembunuhan tanpa sengaja (al-Qatlu al-Ladzi Yajri Majra al-Khatha`). Dinamakan demikian karena pembunuhan ini tanpa ada niatan membunuh dan tidak juga mengarah kepada orang tertentu. Hal ini terjadi langsung ia sebagai pelakunya atau pun tidak langsung. Contoh yang langsung adalah orang yang tidur menindih bayi yang ada di sampingnya hingga membunuhnya. Bisa juga tidak langsung sebagai penyebab terbunuhnya seseorang. Contohnya seorang menggali lubang besar atau sumur di satu tempat lalu ada orang yang tercebur dan meninggal dunia karenanya. Atau membiarkan satu tembok yang sudah miring tanpa diperbaiki lalu roboh dan menimpa seseorang hingga mati.
Dapat disimpulkan di sini bahwa pembunuhan dengan keliru (Qatlu al-Khatha`) dapat dibagi dalam dua bagian. Dilihat dari faktor kesengajaan maka ada yang murni karena keliru dan tidak sengaja atau yang dianggap seperti itu.
Dilihat dari faktor peran pelaku maka ada yang langsung dan ada yang menjadi penyebab kematiannya.
DALIL KETETAPANNYA
Pembunuhan karena keliru ditetapkan berdasarkan al-Qur`ân dan as-Sunnah serta ijmâ’ kaum Muslimin.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan tidaklah layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia Mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yangMukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang Mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [an-Nisâ’/4:92]
Sedangkan dari as-Sunnah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Labîd Radhiyallahu anhu, yang berkata:
اخْتَلَفَتْ سُيُوْفُ الْمُسْلِمِينَْ عَلَى الْيَمَانِ أَبِي حُذَيْفَةَ يَوْمَ أُحُدٍ وَلاَ يَعْرِفُونَهُ فَقَتَلُوْهُ فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَدِيَهُ فَتَصَدَّقَ حُذَيْفَةُ بِدِيَتِهِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ
Pedang-pedang kaum Muslimin salah bunuh terhadap al-Yamân bapaknya Hudzaifah di perang Uhud dan (karena) mereka tidak mengenalnya, lalu mereka membunuh al-Yamân. Rasulullah n ingin membayar diyat namun Hudzaifah telah bersedakah dengan diyatnya tersebut untuk kaum Muslimin [HR Ahmad]
Umat Islam sepakat menetapkan adanya jenis pembunuhan karena keliru ini. [4]
HHUKUMNYA
Menurut kesepakatan Ulama fikih, pembunuhan karena keliru (Qatlu al-Khatha`) memiliki konsekuensi hukum membayar diyat dan kafarat serta tidak ada qishâsh.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa pembunuhan karena keliru dan yang memiliki konsekuensi hukuman, seperti menembak buruan atau target tertentu lalu mengenai manusia tanpa sepengetahuan dan kesengajaan; maka ini tidak ada qishâsh dan yang ada hanyalah diyat dan kafarah [5]
Beliau juga menyatakan bahwa diwajibkan atasnya membayar diyat dengan nash al-Qur`ân dan kesepakatan umat Islam. Diyat ini wajib untuk orang Muslim dan orang kafir yang dalam perlindungan kaum Muslimin (al-Mu’âhad). Hal ini juga menjadi pendapat salaf dan para Ulama dan tidak ada khilaf tentang hal ini.[6]
Membayar diyat dan kafarat ini wajib diberikan bagi yang terbunuh Muslim ataupun kafir mu’âhad . Sedangkan bagi Muslim yang terbunuh di barisan kaum kafir karena diduga orang kafir, maka hanya diwajibkan membayar kafarat saja; berdasarkan kepada firman Allah Azza wa Jalladi atas [an-Nisâ`/4:93]
Dalam ayat yang mulia ini Allah Azza wa Jallamenjadikan pembunuhan tidak sengaja dalam dua klasifikasi:
Pertama : Berisi kewajiban membayar kafarat kepada pelaku pembunuhan dan membayar diyat kepada keluarga pelaku pembunuhan (al-‘Aqilah) dan ini pembunuhan tidak sengaja terhadap Mukmin yang tidak terlibat dalam pasukan orang kafir dan apabila korban adalah orang yang mendapatkan perlindungan kaum Muslimin.
Kedua : Berisi kewajiban membayar kafarat saja dan ini untuk pembunuhan terhadap Mukmin yang tinggal di antara orang-orang kafir yang dianggap oleh pembunuhnya sebagai kafir.[7]
Imam asy-Syaukâni dalam kitab Fathul-Qadîr menjelaskan ayat ini menyangkut masalah seorang yang tinggal di negeri kafir dan dibunuh kaum Muslimin. Orang tersebut masuk Islam namun belum berhijrah, sehingga kaum Muslimin menganggapnya masih kafir. Karena ia (dianggap) belum masuk Islam dan masih memeluk agama kaumnya, maka tidak ada diyat bagi pembunuhnya namun hanya menunaikan kafarat saja.[8]
SIAPA YANG MENANGGUNG PEMBAYARAN DIYAT.
Diyat pembunuhan tidak sengaja ini ditanggung oleh kerabatnya (al-‘Aqilah). Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنِينِ امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي لَحْيَانَ سَقَطَ مَيِّتًا بِغُرَّةٍ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ ثُمَّ إِنَّ الْمَرْأَةَ الَّتِي قَضَى لَهَا بِالْغُرَّةِ تُوُفِّيَتْ فَقَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّ مِيرَاثَهَا لِبَنِيهَا وَزَوْجِهَا وَأَنَّ الْعَقْلَ عَلَى عَصَبَتِهَا
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memutuskan perkara janin seorang wanita dari bani Lahyaan yang mati keguguran dengan membayar ghurrah (denda) budak lelaki atau budak wanita (atas orang yang menyebabkan kematian janin – red). Kemudian sang wanita yang dimenangkan tersebut meninggal juga. Maka Rasulullah n memutuskan warisannya untuk anak-anak dan suaminya, sedangkan yang menanggung diyatnya adalah kerabat pelaku.[9]
Demikian juga hal ini sudah menjadi ijmâ’ umat ini [10]
KAFARAT PEMBUNUHAN TIDAK SENGAJA.
Telah dijelaskan terdahulu bahwa pelaku pembunuhan tidak sengaja harus menanggung pembayaran kafarat berupa pembebasan budak Muslim. Apabila tidak mendapatkannya, maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut. Hal inilah yang dijelaskan dalam firman Allah Azza wa Jalladi atas. [an-Nisâ’/4:92]
Kewajiban kafarat ini berlaku untuk semua pelaku pembunuhan tidak sengaja, karena keumuman ayat ini.
Imam Ibnu Qudâmah dan yang lainnya menyampaikan bahwa pembunuhan tidak sengaja ini tidak disebutkan dengan pengharaman dan juga tidak pembolehannya; karena ia seperti pembunuhan yang dilakukan orang gila. Namun jiwa yang lenyap tetap dijaga dan disucikan. Oleh karena itu diwajibkan membayar kafarat dalam hal ini.
Prof. DR. Syaikh Shâlih bin `Abdillâh al-Fauzân menyatakan bahwa hikmah dari pensyariatan kafarat dalam pembunuhan tidak sengaja ini, kembali kepada dua perkara:
1. Kesalahan tersebut tidak lepas dari kecerobohan pelaku.
2. Melihat kepada kesucian jiwa yang hilang. [11]
Kafarat ini diwajibkan sekali bagi satu peristiwa dan bila membunuhnya berulang-ulang, maka berulang juga kafaratnya. Oleh karenanya bila seseorang membunuh beberapa orang dengan tidak sengaja, maka ia harus membayar beberapa kafarat sesuai dengan jumlah orang yang terbunuh.
Demikianlah sekelumit dari permasalahan seputar pembunuhan tidak sengaja, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Wabillâhit-taufîq
_______
Footnote
[1]. Lihat Majmû’ Fatâwa 20/22.
[2]. Al-Mulakhash al-Fiqh 466 , lihat juga Syarhul-Mumti’ 14/18)
[3]. Lihat Majmû’ Fatâwa 20/22-23).
[4]. Lihat Majmû’ Fatâwa 34/138)
[5]. Majmû’ Fatâwa 28/378)
[6]. Lihat Majmû’ Fatâwa 34/138)
[7]. Al-Mulakhashul-Fiqh 467).
[8]. Dinukil dari Al-Mulakhashul-Fiqh 468).
[9]. HR al-Bukhâri no. 6740 dan Muslim no. 4366).
[10]. Lihat Al-Mulakhashul-Fiqh 469)
[11]. Al-Mulakhashul-Fiqh 512
https://www.facebook.com/notes/tuonda-nihan/pembunuhan-karena-keliru-tidak-disengaja/311758902270704
Pembunuhan Mirip Disengaja
Oleh:Ustadz Kholid Syamudi
DEFINISI QATLU SYIBHIL-‘AMD (PEMBUNUHAN MIRIP DISENGAJA).
Para ahli fikih mendefinisikan pembunuhan mirip disengaja ini dengan kesengajaan berbuat kejahatan kepada korban dengan cara atau alat yang umumnya tidak membunuh.[1]
Dengan demikian, yang dimaksud syibhul-’Amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukallaf bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan alat yang biasanya tidak membunuh. Hal ini bisa karena maksud mencelakakannya atau bermaksud menghajarnya, seperti memukul dengan cambuk, tongkat, batu kecil; atau dipukul dengan tangan termasuk dengan seluruh cara atau alat yang umumnya tidak dipakai untuk membunuh.
Jenis ini disebut juga dalam bahasa Arab dengan ‘Amdul Khatha’ dan Khatha’ul-‘Amd, karena bersatunya kesengajaan dan ketidak sengajaan padanya.
CONTOH PEMBUNUHAN MIRIP SENGAJA.
Di antara contoh pembunuhan mirip sengaja ini adalah seorang memukul orang lain di bagian yang tidak mematikan dengan cambuk atau tongkat atau menonjok dan meninju dengan tangannya di daerah yang tidak mematikan. Lalu orang tersebut mati.
DASAR PENETAPAN JENIS INI.
Jenis ini diambil dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits `Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bersabda:
أَلاَ إِنَّ دِيّةَ الْخَطَأِ شِبْهِ الْعَمْدِ مَا كَانَ بِالسَّوْطِ وَالْعَصَا مِائَةٌ مِنَ الإِبِلِ مِنْهَا أَرْبَعُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهَا أَوْلاَدُهَا
Ketahuilah bahwa diyat pembunuhan yang mirip dengan sengaja, yaitu yang dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor onta. Di antaranya empat puluh ekor yang sedang hamil.[2]
KEMIRIPAN DENGAN DUA JENIS PEMBUNHAN YANG TERDAHULU
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhul-’Amdi) ini tidak termasuk sengaja dan tidak juga karena keliru (al-Khatha’). Tapi, tengah-tengah di antara keduanya. Seandainya kita lihat kepada niat kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia masuk dalam pembunuhan dengan sengaja. Namun, bila kita lihat jenis perbuatannya tersebut, tidak membunuh. Maka kita masukkan ke dalam pembunuhan karena keliru (al-Khatha’). Oleh karenanya, para Ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan antara keduanya dan menamakannya Syibhul-‘Amdi.[3]
Sehingga jenis ini memiliki kemiripan dengan dua jenis pembunuhan lainnya dari satu sisi dan berbeda dari sisi lainnya.
KESAMAAN DAN PERBEDAANNYA DENGAN PEMBUNUHAN DISENGAJA
Pembunuhan mirip sengaja memiliki persamaan dengan pembunuhan yang disengaja dari sisi proses pembunuhannya, yaitu keinginan untuk mencelakakan korban. Sedangkan perbedaannya ada pada:
1. Jenis tujuan mencelakakan korban; dalam pembunuhan sengaja, pembunuh sengaja bermaksud membunuhnya sedangkan dalam pembunuhan mirip sengaja ini, pembunuh hanya sengaja mencelakakannya saja tanpa ada niatan membunuh.
2. Alat yang digunakan dalam pembunuhan sengaja umumnya adalah senjata untuk membunuh. Sedangkan dalam pembunuhan mirip sengaja, senjata yang digunakan umumnya tidak untuk membunuh.
Dari sini, jelaslah garis pemisah antara keduanya, yaitu pada penggunaan senjata, karena niat dan kesengajaan adalah perkara hati yang sulit diketahui dengan pasti.
Ibnu Rusyd rahimahullah dalam menjelaskan jenis pembunuhan mirip sengaja ini menyatakan: “Siapa yang bermaksud memukul seorang dengan alat atau senjata yang tidak membunuh, maka hukumnya ada di antara pembunuhan disengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sehingga, serupa dengan pembunuhan sengaja dari sisi niat dan tujuan memukul; dan serupa dengan pembunuhan tidak sengaja dari sisi memukulnya dengan sesuatu yang tidak membunuh”.[4]
Syeikh `Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Kesamaan antara pembunuhan disengaja dengan pembunuhan mirip sengaja adalah pada keinginan untuk mencelakakan korban. Pembunuhan disengaja dikhususkan (dari mirip sengaja) dengan kesengajaan mencelakkan korban dengan cara yang hampir dapat dipastikan membunuh korban”.[5]
KESAMAAN DAN PERBEDAAN PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA.
Pembunuhan mirip sengaja memiliki persamaan dengan pembunuhan tidak sengaja dalam satu sisi, yaitu keduanya tidak bermaksud membunuh korban dan memiliki perbedaan dalam dua perkara:
1. Pembunuhan mirip sengaja memiliki niat untuk mencelakakan korban, sedangkan pembunuhan tidak sengaja tidak.
2. Alat atau senjata yang digunakan dalam pembunuhan mirip sengaja tidak boleh yang bersifat membunuh. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja bisa jadi menggunakan senjata yang membunuh seperti senapan atau pistol dan bisa juga yang tidak membunuh secara umum.
HUKUMNYA.
Pembunuhan mirip sengaja ini diharamkan, karena termasuk sikap melampaui batas (aniaya) dan kezhaliman, padahal Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [al-Baqarah/2:190]
KONSEKUENSI HUKUM
Pada pembunuhan mirip sengaja ini tidak diberlakukan qishâsh, namun memiliki dua konsekuensi hukum yang wajib ditunaikan:
1. Kewajiban membayar diyât yang berat. Ini termasuk hak keluarga ahli waris korban dengan ukuran sama seperti diyât pembunuhan disengaja. Bedanya, diyât ditanggung kerabat pembunuh dan dapat dicicil selama tiga tahun. Diyât ini diserahkan kepada ahli waris korban sesuai dengan bagiannya masing-masing. Apabila sebagian mereka memaafkan atau seluruhnya memaafkan maka gugurlah dari diyât sesuai yang dimaafkan.
2. Kewajiban membayar kaffârat. Ini adalah hak Allah Azza wa Jalla yang tidak digugurkan dengan pengampunan ahli waris. Kaffâratnya adalah dengan membebaskan budak Muslim dan bila tidak ada, maka puasa dua bulan berturut-turut
Dengan demikian, pembunuhan mirip sengaja ini memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan pembunuhan tidak sengaja, dengan perbedaan ukuran besarnya diyât.
Syaikh Shâlih bin `Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâh- menegaskan bahwa pada pembunuhan mirip sengaja, diwajibkan membayar kaffârat dari harta pembunuh berupa pembebasan budak. Apabila tidak dapat, maka berpuasa dua bulan berturut-turut sebagaimana pada pembunuhan tidak disengaja. Juga diwajibkan diyât sebesar diyât pada pembunuhan disengaja yang dibebankan kepada A’qilah (kerabatnya), berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
اقْتَتَلَتِ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى بِحَجَرٍ فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِيْ بَطْنِهَا فَاخْتَصَمُوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَضَى رَسُوْلُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّ دِيَةَ جَنِينِْهَا غُرَّةٌ عَبْدٌ أَوْ وَلِيدَةٌ وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا وَوَرَّثَهَا وَلَدَهَا وَمَنْ مَعَهُمْ
Dua orang wanita dari suku Hudzail saling berperang, lalu salah seorang dari mereka melempar batu kepada yang satunya, lalu membunuhnya dan membunuh juga janin isi kandungannya. Lalu kaum mereka memperadilkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan kewajiban membayar diyat janinnya ghurrah budak laki-laki atau wanita dan menetapkan diyât korban wanita tersebut atas kerabat wanita pembunuhnya. kemudian anak korban dan kerabat yang bersamanya mewarisi diyat tersebut.[Muttafaq ‘Alaihi]
Syaikh shâleh bin `Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâh- menyatakan: “ Hadits ini menunjukkan tidak adanya qishâsh dalam pembunuhan mirip sengaja dan diyâtnya ditanggung kerabat pembunuh; karena itu adalah pembunuhan yang tidak menuntut adanya qishâsh, sehingga diyâtnya ditanggung kerabatnya seperti pembunuhan tidak disengaja.[6]
Ibnul-Mundzir rahimahullah menyatakan: “Para Ulama yang kami hafal telah berijmâ’ bahwa diyât ditanggung kerabat pembunuh”.[7] hal ini ditandaskan kembali oleh Ibnu Qudâmah t dalam pernyataan beliau: “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat bahwa diyât ditanggung kerabat pembunuh”.[8]
Demikianlah hukum dan konsekuensi yang ada pada pembunuhan mirip sengaja dan itu mirip dengan pembunuhan tidak disengaja. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu Utsaimîn rahimahullah menyatakan: “Pembunuhan tidak sengaja memiliki persamaan dan perbedaan dengan Syibhu amd (mirip sengaja) dalam beberapa perkara.
Sama dalam perkara berikut:
1. Tidak ada qishâsh pada keduanya
2. Diberlakukan diyât pada keduanya
3. Diyât menjadi tanggungan kerabat (al-‘Aqilah)
Berbeda dalam perkara berikut:
1. Pembunuhan mirip sengaja (Syibhul-Amd) bermaksud mencelakai, sedangkan pembunuhan tidak sengaja (al-Khatha’) tidak bermaksud membunuh sama sekali.
2. Diyât dalam pembunuhan mirip sengaja (syibhul-Amad) berat (Mughallazhah), sedangkan dalam pembunuhan tidak disengaja (al-Khataha’) diperingan.
3. Dalam pembunuhan mirip sengaja (syibhul-Amd) ada beban dosa, sedangkan dalam pembunuhan tudak disengaja (al-Khatha’) tidak ada.” [9]
PENUTUP.
Dari keterangan di atas jelaslah persamaan dan perbedaan antara pembunuhan mirip sengaja dengan pembunuhan yang disengaja. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Kesamaan:
Pembunuhan Disengaja
1 Adanya keinginan mencelakakan korban
2 Diyâtnya berat
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Adanya keinginan mencelakakan korban
2. Diyâtnya berat
Tabel Perbedaan:
Pembunuhan disengaja
1. Pembunuh sengaja membunuh
2. Alat yang digunakan membunuh adalah senjata mematikan
3. Diberlakukan qishâsh
4. Diyât ditanggung pembunuh
5. Diyât dibayar kontan
6. Tidak ada kaffârat Ada kaffârat
Pembunuh Mirip Sengaja
1. Pembunuh sengaja mencelakai tanpa bermaksud membunuh
2. Alat yang digunakan bukanlah senjata mematikan
3. Tidak diberlakukan qishash
4. Diyat ditanggung kerabat pembunuh
5. Diyat dapat dibayar selama tempo tiga tahun
6. Ada kaffarat
Demikian juga ada kesamaan dan perbedaan dengan pembunuhan tidak disengaja yang dapat dijelaskan dengan tabel berikut:
Tabel Kesamaan:
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Tidak bermaksud membunuh
2. Diyât ditanggung kerabat pembunuh
3. Diyât dibayar secara tempo
4. Diwajibkan kaffârat
5. Tidak diberlakukan qishâsh
Pembunuh Tidak Sengaja
1. Tidak bermaksud membunuh
2. Diyât ditanggung kerabat pembunuh
3. Diyât dibayar secara tempo
4. Diwajibkan kaffârat
5. Tidak diberlakukan qishâsh
Tabel Perbedaan:
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Pembunuh bermaksud mencelakakan korban
2. Alat yang digunakan bukan senjata mematikan
3. Diyâtnya diberatkan
Pembunhan Tidak Sengaja
1. Pembunuh tidak ada maksud mencelakakan korban.
2. Alat yang digunakan bisa jadi berupa senjata mematikan dan bisa jadi tidak
3. Diyatnya diperingan
Demikian penjelasan tentang jenis-jenis pembunuhan yang ditetapkan syari’at Islam, mudah-mudahan bermanfaat.
Wabillâhi taufîq.
Referensi
1. Muhammad bin Shâlih Ibnu Utsaimîn, asy-Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-Mustaqni’, cetakan pertama tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 14/5
2. Shalih bin Fauzân al-Fauzân, Tashîl al-Ilmâm Bi Fiqhil-Ahâdits Min Bulûghil-Marâm, cetakan pertama tahun 1427 H tanpa penerbit. 5/117.
3. Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Mulakhashul-Fiqh, cetakan pertama tahun 1423 H, Ri`âsah Idarâtul-Buhûts al-Ilmiyah wa al-Ifta`, KSA 2/461.
4. Al-Irsyâd Ilâ Ma’rifatil-Ahkâm, Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di dalam Al-Majmû’atul-Kâmilah Limu’allafât asy-Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di.
5. Al-Majmû’ Syarhul-Muhadzdzab dll.
_______
Footnote
[1]. Lihat Al-Mulakhashul-Fiqh 2/465 dan Al-Majmû’ Syarhul-Muhadzdzab 20/417
[2]. HR Abu Dâwud no. 4547, an-Nasâ`i 2/247 dan Ibnu Mâjah no. 2627 lihat Irwâ’ul-Ghalîl 7/255-258 no.2197
[3]. Asy-Syarhul-Mumti’ 14/5-6
[4]. Bidâyatul Mujtahid 2/486 dinukil dari Al-Mulakh-khashul Fiqh 2/465.
[5]. Al-Irsyâd ilâ Ma’rifatil-Ahkâm, Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di dalam Al-Majmû’atul-Kâmilah Limu’allafât asy-Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di 8/ 549
[6]. Al-Mulakh-khashul Fiqhi 2/466
[7]. Al-Ijmâ’ hal. 172 dinukil dari Al-Mulakh-Khashul Fiqh 2/466
[8]. Al-Mughni 12/16
[9]. Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-Mustaqni’ Syaikh Muhammad bin Shâleh al-‘Utsaimîn
https://www.facebook.com/notes/tuonda-nihan/pembunuhan-mirip-disengaja/311387515641176
Pembunuhan Mirip Disengaja
Oleh:Ustadz Kholid Syamudi
DEFINISI QATLU SYIBHIL-‘AMD (PEMBUNUHAN MIRIP DISENGAJA).
Para ahli fikih mendefinisikan pembunuhan mirip disengaja ini dengan kesengajaan berbuat kejahatan kepada korban dengan cara atau alat yang umumnya tidak membunuh.[1]
Dengan demikian, yang dimaksud syibhul-’Amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukallaf bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan alat yang biasanya tidak membunuh. Hal ini bisa karena maksud mencelakakannya atau bermaksud menghajarnya, seperti memukul dengan cambuk, tongkat, batu kecil; atau dipukul dengan tangan termasuk dengan seluruh cara atau alat yang umumnya tidak dipakai untuk membunuh.
Jenis ini disebut juga dalam bahasa Arab dengan ‘Amdul Khatha’ dan Khatha’ul-‘Amd, karena bersatunya kesengajaan dan ketidak sengajaan padanya.
CONTOH PEMBUNUHAN MIRIP SENGAJA.
Di antara contoh pembunuhan mirip sengaja ini adalah seorang memukul orang lain di bagian yang tidak mematikan dengan cambuk atau tongkat atau menonjok dan meninju dengan tangannya di daerah yang tidak mematikan. Lalu orang tersebut mati.
DASAR PENETAPAN JENIS INI.
Jenis ini diambil dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits `Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bersabda:
أَلاَ إِنَّ دِيّةَ الْخَطَأِ شِبْهِ الْعَمْدِ مَا كَانَ بِالسَّوْطِ وَالْعَصَا مِائَةٌ مِنَ الإِبِلِ مِنْهَا أَرْبَعُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهَا أَوْلاَدُهَا
Ketahuilah bahwa diyat pembunuhan yang mirip dengan sengaja, yaitu yang dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor onta. Di antaranya empat puluh ekor yang sedang hamil.[2]
KEMIRIPAN DENGAN DUA JENIS PEMBUNHAN YANG TERDAHULU
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhul-’Amdi) ini tidak termasuk sengaja dan tidak juga karena keliru (al-Khatha’). Tapi, tengah-tengah di antara keduanya. Seandainya kita lihat kepada niat kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia masuk dalam pembunuhan dengan sengaja. Namun, bila kita lihat jenis perbuatannya tersebut, tidak membunuh. Maka kita masukkan ke dalam pembunuhan karena keliru (al-Khatha’). Oleh karenanya, para Ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan antara keduanya dan menamakannya Syibhul-‘Amdi.[3]
Sehingga jenis ini memiliki kemiripan dengan dua jenis pembunuhan lainnya dari satu sisi dan berbeda dari sisi lainnya.
KESAMAAN DAN PERBEDAANNYA DENGAN PEMBUNUHAN DISENGAJA
Pembunuhan mirip sengaja memiliki persamaan dengan pembunuhan yang disengaja dari sisi proses pembunuhannya, yaitu keinginan untuk mencelakakan korban. Sedangkan perbedaannya ada pada:
1. Jenis tujuan mencelakakan korban; dalam pembunuhan sengaja, pembunuh sengaja bermaksud membunuhnya sedangkan dalam pembunuhan mirip sengaja ini, pembunuh hanya sengaja mencelakakannya saja tanpa ada niatan membunuh.
2. Alat yang digunakan dalam pembunuhan sengaja umumnya adalah senjata untuk membunuh. Sedangkan dalam pembunuhan mirip sengaja, senjata yang digunakan umumnya tidak untuk membunuh.
Dari sini, jelaslah garis pemisah antara keduanya, yaitu pada penggunaan senjata, karena niat dan kesengajaan adalah perkara hati yang sulit diketahui dengan pasti.
Ibnu Rusyd rahimahullah dalam menjelaskan jenis pembunuhan mirip sengaja ini menyatakan: “Siapa yang bermaksud memukul seorang dengan alat atau senjata yang tidak membunuh, maka hukumnya ada di antara pembunuhan disengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sehingga, serupa dengan pembunuhan sengaja dari sisi niat dan tujuan memukul; dan serupa dengan pembunuhan tidak sengaja dari sisi memukulnya dengan sesuatu yang tidak membunuh”.[4]
Syeikh `Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Kesamaan antara pembunuhan disengaja dengan pembunuhan mirip sengaja adalah pada keinginan untuk mencelakakan korban. Pembunuhan disengaja dikhususkan (dari mirip sengaja) dengan kesengajaan mencelakkan korban dengan cara yang hampir dapat dipastikan membunuh korban”.[5]
KESAMAAN DAN PERBEDAAN PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA.
Pembunuhan mirip sengaja memiliki persamaan dengan pembunuhan tidak sengaja dalam satu sisi, yaitu keduanya tidak bermaksud membunuh korban dan memiliki perbedaan dalam dua perkara:
1. Pembunuhan mirip sengaja memiliki niat untuk mencelakakan korban, sedangkan pembunuhan tidak sengaja tidak.
2. Alat atau senjata yang digunakan dalam pembunuhan mirip sengaja tidak boleh yang bersifat membunuh. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja bisa jadi menggunakan senjata yang membunuh seperti senapan atau pistol dan bisa juga yang tidak membunuh secara umum.
HUKUMNYA.
Pembunuhan mirip sengaja ini diharamkan, karena termasuk sikap melampaui batas (aniaya) dan kezhaliman, padahal Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [al-Baqarah/2:190]
KONSEKUENSI HUKUM
Pada pembunuhan mirip sengaja ini tidak diberlakukan qishâsh, namun memiliki dua konsekuensi hukum yang wajib ditunaikan:
1. Kewajiban membayar diyât yang berat. Ini termasuk hak keluarga ahli waris korban dengan ukuran sama seperti diyât pembunuhan disengaja. Bedanya, diyât ditanggung kerabat pembunuh dan dapat dicicil selama tiga tahun. Diyât ini diserahkan kepada ahli waris korban sesuai dengan bagiannya masing-masing. Apabila sebagian mereka memaafkan atau seluruhnya memaafkan maka gugurlah dari diyât sesuai yang dimaafkan.
2. Kewajiban membayar kaffârat. Ini adalah hak Allah Azza wa Jalla yang tidak digugurkan dengan pengampunan ahli waris. Kaffâratnya adalah dengan membebaskan budak Muslim dan bila tidak ada, maka puasa dua bulan berturut-turut
Dengan demikian, pembunuhan mirip sengaja ini memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan pembunuhan tidak sengaja, dengan perbedaan ukuran besarnya diyât.
Syaikh Shâlih bin `Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâh- menegaskan bahwa pada pembunuhan mirip sengaja, diwajibkan membayar kaffârat dari harta pembunuh berupa pembebasan budak. Apabila tidak dapat, maka berpuasa dua bulan berturut-turut sebagaimana pada pembunuhan tidak disengaja. Juga diwajibkan diyât sebesar diyât pada pembunuhan disengaja yang dibebankan kepada A’qilah (kerabatnya), berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:
اقْتَتَلَتِ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى بِحَجَرٍ فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِيْ بَطْنِهَا فَاخْتَصَمُوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَضَى رَسُوْلُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّ دِيَةَ جَنِينِْهَا غُرَّةٌ عَبْدٌ أَوْ وَلِيدَةٌ وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا وَوَرَّثَهَا وَلَدَهَا وَمَنْ مَعَهُمْ
Dua orang wanita dari suku Hudzail saling berperang, lalu salah seorang dari mereka melempar batu kepada yang satunya, lalu membunuhnya dan membunuh juga janin isi kandungannya. Lalu kaum mereka memperadilkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan kewajiban membayar diyat janinnya ghurrah budak laki-laki atau wanita dan menetapkan diyât korban wanita tersebut atas kerabat wanita pembunuhnya. kemudian anak korban dan kerabat yang bersamanya mewarisi diyat tersebut.[Muttafaq ‘Alaihi]
Syaikh shâleh bin `Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâh- menyatakan: “ Hadits ini menunjukkan tidak adanya qishâsh dalam pembunuhan mirip sengaja dan diyâtnya ditanggung kerabat pembunuh; karena itu adalah pembunuhan yang tidak menuntut adanya qishâsh, sehingga diyâtnya ditanggung kerabatnya seperti pembunuhan tidak disengaja.[6]
Ibnul-Mundzir rahimahullah menyatakan: “Para Ulama yang kami hafal telah berijmâ’ bahwa diyât ditanggung kerabat pembunuh”.[7] hal ini ditandaskan kembali oleh Ibnu Qudâmah t dalam pernyataan beliau: “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat bahwa diyât ditanggung kerabat pembunuh”.[8]
Demikianlah hukum dan konsekuensi yang ada pada pembunuhan mirip sengaja dan itu mirip dengan pembunuhan tidak disengaja. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu Utsaimîn rahimahullah menyatakan: “Pembunuhan tidak sengaja memiliki persamaan dan perbedaan dengan Syibhu amd (mirip sengaja) dalam beberapa perkara.
Sama dalam perkara berikut:
1. Tidak ada qishâsh pada keduanya
2. Diberlakukan diyât pada keduanya
3. Diyât menjadi tanggungan kerabat (al-‘Aqilah)
Berbeda dalam perkara berikut:
1. Pembunuhan mirip sengaja (Syibhul-Amd) bermaksud mencelakai, sedangkan pembunuhan tidak sengaja (al-Khatha’) tidak bermaksud membunuh sama sekali.
2. Diyât dalam pembunuhan mirip sengaja (syibhul-Amad) berat (Mughallazhah), sedangkan dalam pembunuhan tidak disengaja (al-Khataha’) diperingan.
3. Dalam pembunuhan mirip sengaja (syibhul-Amd) ada beban dosa, sedangkan dalam pembunuhan tudak disengaja (al-Khatha’) tidak ada.” [9]
PENUTUP.
Dari keterangan di atas jelaslah persamaan dan perbedaan antara pembunuhan mirip sengaja dengan pembunuhan yang disengaja. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Kesamaan:
Pembunuhan Disengaja
1 Adanya keinginan mencelakakan korban
2 Diyâtnya berat
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Adanya keinginan mencelakakan korban
2. Diyâtnya berat
Tabel Perbedaan:
Pembunuhan disengaja
1. Pembunuh sengaja membunuh
2. Alat yang digunakan membunuh adalah senjata mematikan
3. Diberlakukan qishâsh
4. Diyât ditanggung pembunuh
5. Diyât dibayar kontan
6. Tidak ada kaffârat Ada kaffârat
Pembunuh Mirip Sengaja
1. Pembunuh sengaja mencelakai tanpa bermaksud membunuh
2. Alat yang digunakan bukanlah senjata mematikan
3. Tidak diberlakukan qishash
4. Diyat ditanggung kerabat pembunuh
5. Diyat dapat dibayar selama tempo tiga tahun
6. Ada kaffarat
Demikian juga ada kesamaan dan perbedaan dengan pembunuhan tidak disengaja yang dapat dijelaskan dengan tabel berikut:
Tabel Kesamaan:
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Tidak bermaksud membunuh
2. Diyât ditanggung kerabat pembunuh
3. Diyât dibayar secara tempo
4. Diwajibkan kaffârat
5. Tidak diberlakukan qishâsh
Pembunuh Tidak Sengaja
1. Tidak bermaksud membunuh
2. Diyât ditanggung kerabat pembunuh
3. Diyât dibayar secara tempo
4. Diwajibkan kaffârat
5. Tidak diberlakukan qishâsh
Tabel Perbedaan:
Pembunuhan Mirip Sengaja
1. Pembunuh bermaksud mencelakakan korban
2. Alat yang digunakan bukan senjata mematikan
3. Diyâtnya diberatkan
Pembunhan Tidak Sengaja
1. Pembunuh tidak ada maksud mencelakakan korban.
2. Alat yang digunakan bisa jadi berupa senjata mematikan dan bisa jadi tidak
3. Diyatnya diperingan
Demikian penjelasan tentang jenis-jenis pembunuhan yang ditetapkan syari’at Islam, mudah-mudahan bermanfaat.
Wabillâhi taufîq.
Referensi
1. Muhammad bin Shâlih Ibnu Utsaimîn, asy-Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-Mustaqni’, cetakan pertama tahun 1428 H, Dâr Ibnul-Jauzi, KSA 14/5
2. Shalih bin Fauzân al-Fauzân, Tashîl al-Ilmâm Bi Fiqhil-Ahâdits Min Bulûghil-Marâm, cetakan pertama tahun 1427 H tanpa penerbit. 5/117.
3. Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Mulakhashul-Fiqh, cetakan pertama tahun 1423 H, Ri`âsah Idarâtul-Buhûts al-Ilmiyah wa al-Ifta`, KSA 2/461.
4. Al-Irsyâd Ilâ Ma’rifatil-Ahkâm, Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di dalam Al-Majmû’atul-Kâmilah Limu’allafât asy-Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di.
5. Al-Majmû’ Syarhul-Muhadzdzab dll.
_______
Footnote
[1]. Lihat Al-Mulakhashul-Fiqh 2/465 dan Al-Majmû’ Syarhul-Muhadzdzab 20/417
[2]. HR Abu Dâwud no. 4547, an-Nasâ`i 2/247 dan Ibnu Mâjah no. 2627 lihat Irwâ’ul-Ghalîl 7/255-258 no.2197
[3]. Asy-Syarhul-Mumti’ 14/5-6
[4]. Bidâyatul Mujtahid 2/486 dinukil dari Al-Mulakh-khashul Fiqh 2/465.
[5]. Al-Irsyâd ilâ Ma’rifatil-Ahkâm, Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di dalam Al-Majmû’atul-Kâmilah Limu’allafât asy-Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di 8/ 549
[6]. Al-Mulakh-khashul Fiqhi 2/466
[7]. Al-Ijmâ’ hal. 172 dinukil dari Al-Mulakh-Khashul Fiqh 2/466
[8]. Al-Mughni 12/16
[9]. Syarhul-Mumti’ ‘Ala Zâdil-Mustaqni’ Syaikh Muhammad bin Shâleh al-‘Utsaimîn
https://www.facebook.com/notes/tuonda-nihan/pembunuhan-mirip-disengaja/311387515641176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar